Rabu, 14 Maret 2012

KEDUDUDUKAN FIQIH DALAM PEMIKIRAN ISLAM


KEDUDUDUKAN  FIQIH DALAM PEMIKIRAN ISLAM
Oleh : Moch.Z.amhari[1]
Pendahulan
Karena membanjirnya serbuan-serbuan ilmu- ilmu social barat saat ini banyak cendekiawan muslim menyerukan perlunya pembaruan pemikiran dalam Islam, Namun kajian pemikiran dalam islam lebih lanjut menurut Niran syafrin menunjukkan bahwa pembaruan yang dumaksud adalah pembaruan dibidang Fiqih dan Usul Fiqih. Padahal kedua ilmu ini memiliki konsruk epistimologinya sendiri yang tidak lepas dari prinsip-prinsip ilmu dlam pandangan hidup islam yang jelas berbeda dari barat.[2]
Di Indonesia banyak muncul pemikiran yang ingin memperbarui pemikiran tradisional yang telah mengakar dalam jiwa masyarakat, seperti para tokoh Muda NU yang dimotori oleh Ulil Absor Abdal dalam jaringan islam Liberal (JIL) yang ingin menata dan membentuk kembali pemahaman tentang Al-Qur’an dan membentuk usul fiqih yang membumi walaupun hinga saat ini belum mampu membuat Usul Fiqih yang bisa dipertanggungjawabkan.
Dari pemikiran diatas penulis mencoba untuk menguraikan kedudukan fiqih yang sering digembar gemborkan oleh kaum liberalism.
Kedudukan Fiqih Dalam pemikirn Islam
Fiqih menenpati posisi yang amat penting dalam pemikiran islam , sebab fikih mrupakan hasil murni para intelektual muslim, ia bukan hasil adopsi apalagi jiplakan dari hokum Romawi seperti yang dikatakan sebagian Orientalis tetapi sepenuhnya bahwa ia berakar pada Al-Qur’an dan Sunnah Rosulullah SAW.
Karena sangat penting dan menonjolnya kedudukn fiqih dalam Islam, maka tidak heran jika ada yang mengatakan “andaikan saja peradapan Islam bisa diungkapkan dengan salahstu produknya, maka kita kan mengatakan dan menamakannya sebagai “peradapan Fiqih” sebagaimana Yunai identic dnterkenal denag “peadpan Filsafat” sebab filsafat merupak hasil pemikiran orang Yunani.
Bagi umat Islam, iqih adalah perwujuan kehendak Allah terhadap manusia yang berisi entang perintah dan larangan, oleh sebab itu banyak peneliti islam yang berksimpulan bahwa tidak mungkin memahami silam dengan baik dan sempurna tanpa pengetahuan komperhensif tenang Fiqih.
Wal hasil pelaksanaan hokum-hukum fiqhiya oleh orang islam dianggap sebagai bentuk ketundudkkan kepada Allah. Ia adalah menifestasi eksoterik keimanan, bila kitab-kitab fiqih dilihat, maka fiqih bukan hanya mengatur hal-hal yang berhubungan dengan rital semata tetapi juga seluruh aspek kehidupan manusia dari hubungan pribadinya dengan diri sendiri, dengan Tuhannya, serta dengan orang yang diluar Agama dan Negaranya.
Dalam islam fiqih mempunyai dua fungsi, pertama sebagai hokum positif dan kedua sebagai standar moral. Yang dimaksud sebagai hokum positif disina adalah bahwa fiqih berfungsi seperi hokum-hukum positif lain dlam mengatur kehidupan manusia sedangkan hokum fiqih sebagai standar moral adalah fiqih mengatur bagaimana tataara berhubungan, baik itu muamalatun ma’a Allah ataupun mu’amalatul ma’a kholqi disini fiqih lebih merupakn Etika atau moral. Aspek inilah yang membedakan secara prinsipil konsep hukum islam dengan konsep hukum barat, didalam islam Etika dan agama mengatur dengan aturan-aturan hokum positif.
Perlu diekankan, bahwa fiqih bukan syariat sebab syariat lebih luas dari pad iqih. Syriat tidak hanya mnecakup hukum saja tetapi aqidah dan juga akhlaq, karatristik syariat adalah bersifat permanen idak berubah sebab berubahnya tempat dan zaman, sementara fiqi bersifat relatif dan Fleksibel, ia dapat berubah seiring dengan peredaran waktu, ia merupakanproduk Ijtihad Ulam’ tetapi ini bukan berarti karya pemikiran semata ia masih terkait erat dengan syriat.
Dari wacana diatas juga perlu diphami bahwa semuafiqhiyah masuk dalam kategori yang bisa berubah,seperti, wajibnya Sholat,puasa, Zakat, dan haji serta haramnya harta, Zina, mencuri, dan membunuh, walaupun masalah ini masuk dalam pembahasan fiqih tetapi juga masuk bagian syariat.
Penutup
Seperti disinggung diatas akhir-akhir ini fiqih mendapat sorotan dan kritikan yang sangat pedas dari berbagai kalangan sehingga banyak intelektual Muslim harus berfikir keras untuk menemukan kembali manhajul fikri yang benar dan tepat. Wallahu ‘alam bi Showab.


[1] Khodimul ma’had Ar-Rosyid dan pendidik di MTSAI Attanwir Talun
[2] Nirwan Syarfrin, 2005,36, majalah Islamia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar